Fenomena Viral "Tung Tung Sahur": Antara tradisi dan Kreativitas Digital
INFO BERITA - Belakangan ini, jagat media sosial di Indonesia tengah diramaikan dengan sebuah tren baru yang unik dan menghibur: "Tung Tung Sahur". Fenomena ini bukan hanya sekedar meme atau candaan sesaat, melainkan telah berkembang menjadi bentuk ekspresi budaya yang membangkitkan nostalgia sekaligus menciptakan ruang kretaivitas di kalangan anak muda. Info24jam.net kali ini akan membahas asal-usul tren "Tung Tung Sahur", mengapa ia menjadi viral, serta bagaimana fenomena ini mencerminkan semangat tradisional dalam balutan digital modern.
![]() |
Tung Tung Sahur dan Kucing Oren Gemoy |
Apa itu "Tung Tung Sahur"?
Secara harfiah, frasa "Tung Tung Sahur" mengacu pada bunyi kentongan atau alat musik tradisional yang biasa digunakan untuk membangunkan warga menjelang waktu sahur di bulan ramadhan. Tradisi membangunkan sahur ini sudah ada sejak lama, khususnya di daerah pedesaan di Indonesia. Biasanya dilakukan oleh sekelompok anak-anak atau pemuda yang berkeliling kampung sambil membunyikan alat musik sederhana dan meneriakkan kata-kata seperti, "sahur..sahur!".
Namun, yang kini viral bukan hanya suara kentongan atau tradisi keliling kampung. Fenomena "Tung Tung Sahur" muncul dalam bentuk animasi pendek, meme, hingga lagu remix yang mengangkat karakter imajinatif seorang anak kecil bersarung yang bersemangat membangunkan sahur. Karakter ini biasanya digambarkan lucu, penuh semangat, kadang-kadang berteriak konyol, dan tak jarang berinteraksi dengan berbagai makhluk seperti kucing oren gemoy yang juga menjadi ikon tersendiri dalam tren ini.
Asal Mula Viral "Tung Tung Sahur"
Tren ini mulai menyebar secara luas sejak awal ramadhan 2025. Berawal dari video pendek di Tiktok dan Instagram Reels, para kreator konten mulai menampilkan parodi keliling sahur dengan gaya animasi atau karakter kartun yang unik. Salah satu video yang paling viral memperlihatkan seorang anak bernama Tung Tung berlari keliling kampung sambil membawa kentongan dan meneriakkan "Tung tung tung sahur!" dengan suara keras.
Tak lama kemudian, berbagai remix musik dibuat berdasarkan suara kentongan tersebut. Lagu-lagu bergenre dangdut koplo, EDM, hingga remix lo-fi denga latar "tung tung sahur" mulai bermunculan dan menjadi latar musik populer di media sosial.
Simbol Tradisi yang Dibalut Kreativitas Digital
Fenomena "Tung Tung Sahur" bukan hanya lucu dan menghibur, tetapi juga menyimpan makna budaya yang mendalam. Di tengah gempuran modernitas dan urbanisasi, banyak tradisi lokal seperti membangunkan sahur perlahan-lahan mulai ditinggalkan, terutama di kota-kota besar. Namun dengan kreativitas digital, tradisi ini justru menemukan bentuk baru yang lebih mudah diakses dan diapresiasi oleh generasi muda.
Lewat karakter animasi seperti Tung Tung Sahur dan kucing oren gemoy yang menjadi teman (atau korban keusilan), para kreator berhasil membalut nilai-nilai kebersamaan, kepedulian, dan semangat ramadhan dalam kemasan yang lucu dan relatable. Hal ini menunjukkan bahwa budaya lokal tetap bisa hidup, asalkan disampaikan dengan cara yang sesuai dengan zaman.
Respons Warganet dan Media
Warganet Indonesia menyambut fenomena ini dengan antusiasme tinggi. Di Twitter, tagar #tungtungsahur dan #kucingoren sempat menjadi trending topik nasional. Tak sedikt pula yang menjadikan karakter Tung Tung sebagai meme untuk menggambarkan semangat berlebih dalam berbagai aktivitas mulai dari membangunkan sahur, mengejar diskon, hingga menyatakan cinta.
Beberapa media arus utama bahkan ikut menyoroti tren ini sebagai bukti bahwa budaya lokal masih relevan. Beberapa pakar budaya juga menyebut tren ini sebagai bentuk revitalisasi budaya tradisional melalui platform digital, yang sangat efektif untuk menjangkau generasi muda.
Potensi Edukasi dan Pengembangan Karakter Lokal
Suksesnya karakter Tung Tung Sahur membuka peluang besar bagi pengembangan cerita rakyat atau karakter lokal dalam bentuk animasi dan multimedia. Beberapa kreator bahkan mulai mengembangkan webtoon dan mini-series dengan latar cerita kampung ramadhan dan karakter unik seperti Tung Tung, Emakn Sahur, hingga Bang Kentong.
Lebih dari sekedar hibuaran, fenomena ini bisa menjadi alat edukasi untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya dan religius kepada anak-anak. Misalnya, melalui cerita sederhana tentang pentingnya bangun sahur, berbagi makanan, hingga menjaga lingkungan saat ramadhan.
Dari Meme ke Bisnis Kreatif
Tak bisa dipungkiri, popularitas "Tung Tung Sahur" juga membawa potensi ekonomi. Kini mulai bermunculan berbagai produk dagangan seperti stiker, kaos, gantungan kunci, bahkan merchandise digital NFT yang menampilkan karakter-karakter dalam tren ini. Bagi pelaku industri kreatif lokal, ini menjadi peluang untuk mengembangkan intellectual property (IP) berbasis budaya yang bisa bersaing secara global.
Menyatukan Tradisi dan Inovasi
Fenomena "Tung Tung Sahur" adalah contoh nyata bagaimana nilai-nilai budaya tradisional bisa dihidupkan kembali melalui kreativitas modern. Dengan sentuhan digital, kisah sederhana tentang anak yang membangunkan sahur berubah menjadi simbol semangat ramadhan yang unik, jenaka, dan penuh makna.
Semoga tren ini tidak hanya menjadi hiburan musiman, tetapi juga menginspirasi lebih banyak karya yang berakar pada kearifan lokal Indonesia. Karena di balik tawa dan senyum yang ditimbulkan, ada warisan budaya yang tengah dijaga dan dirayakan.
Post a Comment